TERLEPAS dari kengerian yang ditimbulkan
terhadap kemanusiaan, Perang Dunia II telah melahirkan revolusi besar
khususnya di bidang teknologi propulsi atau teknologi gaya dorong
pesawat terbang, di antaranya adalah teknologi gas turbine engine atau
yang dikenal dengan mesin pancar gas atau jet.
Mesin jet atau pancar gas dinamakan gas turbine engine dengan mengacu
pada komponen dan sistem kerjanya yaitu dengan menggunakan pancaran gas
dari turbin. Turbin berputar akibat embusan udara hasil pembakaran busi
di mana sebelum dibakar, udara terlebih dahulu dinaikkan tekanannya
dengan menggunakan kompresor.
Teknologi gaya dorong yang paling dikenal pada perang dunia ke I
adalah teknologi mesin piston dan diesel yang menggunakan torak untuk
memutar propeller atau baling-baling pesawat. Perbedaan antara mesin jet
dan piston-diesel terletak pada penambahan kompresor sebagai pemampat
udara dan turbin pemancar gas pada mesin jet.
Pada saat pecah Perang Dunia II, Inggris dan Jerman adalah negara
yang bermusuhan dan sama-sama giat mengembangkan teknologi mesin perang.
Namun, dari kedua negara yang berbeda kutub secara politik inilah
muncul konsep jet dalam waktu bersamaan sehingga agak susah untuk
diputuskan siapa sebenarnya penemu pertama konsep mesin jet, apakah
Frank Whittle dari Inggris atau Hans Von Ohain dari Jerman.
Whittle lebih dahulu mematenkan desain turbo jet engine-nya pada
tahun 1930, sementara Von Ohain tahun 1936. Oleh sebab itu, yang
tercatat sebagai penemu mesin jet adalah Frank Whittle.
Frank Whittle lahir di perumahan kelas buruh Earlsden di distrik
Coventry, Inggris pada 1 Juli 1907. Dasar-dasar keteknikan sudah
ditanamkan sejak dini ke dalam diri Whittle kecil ketika ayahnya
mendirikan perusahaan permesinan kecil bernama Leaminton Value.
Pendidikan dasar selama 6 tahun ia tempuh di sekolah Kota Coventry
dan Leamington. Di sekolah lanjutan ia mendapat beasiswa 10
poundsterling per tahun. Whittle adalah anak yang cerdas dan gila
membaca, tetapi benci dengan PR. Waktu-waktu luangnya ia habiskan di
perpustakaan Leamington.
Setelah sempat ditolak karena tinggi badannya kurang, September 1923
Whittle diterima di angkatan udara Inggris. Selanjutnya ia dikirim ke
Cranwell untuk memasang perlengkapan pesawat terbang bersama enam ratus
peserta magang.
Di tempat kerjanya Whittle bergabung dengan perkumpulan model
pesawat. Mereka membuat model pesawat terbang dengan rentang sayap 10,5
kaki (3,2 m) dengan mesin dua tak. Bersama Komandan Wing, R.J. Barbon,
Whittle memperlihatkan hasil kerjanya kepada Sekretaris Menteri
Penerbangan Sir Victor Sasoon. Walaupun pesawatnya gagal terbang karena
kerusakan busi, Whittle dipromosikan menjadi kepala satuan kadet dan
digaji 7 shilling per hari. Pada bulan Juli 1928 ia lolos ujian kadet
kedua dan menjadi perwira di Angkatan Udara Kerajaan Inggris.
Whittle menikah pada usia 21 tahun dengan Miss D.M. Lee dari
Coventry. Pasangan baru ini sempat mengalami kesulitan keuangan karena
gaji Whittle yang pas-pasan. Whittle kemudian menjadi penerbang pesawat
Siskin selama 15 bulan ketika bertugas di Skuadron Tempur 111 Northolt
dan mengikuti pendidikan sebagai instruktur di Central Flying School. Di
skuadron inilah ia menemukan ide untuk mengombinasikan mesin turbin dan
kompresor dalam satu unit yang dikenal dengan turbo jet.
Akan tetapi, ternyata Departemen Penerbangan kurang mendukung gagasan
Whittle. Walaupun mengalami penolakan, Whittle tetap mematenkan
temuannya.
Pada bulan Mei, Whittle menerima surat dari kenalan lamanya, perwira
penerbang R.D. Williams bahwa seseorang ingin bergabung dengan projek
pesawat tanpa baling-baling rancangan Whittle, J.C.B. Tinking. Mereka
bersedia mendanai pengambilan paten Whittle kembali.
Pada bulan Maret 1936 seorang keturunan Denmark bernama M.L. Bramson
yang tertarik dengan gagasan turbo jet mengajak para pemodal untuk
bergabung dengan Whittle. Usaha ini berhasil hingga, Power Jet pun
berdiri dengan modal awal 10.000 poundsterling.
Mesin turbo jet rancangan Whittle akhirnya masuk tahap uji coba pada
tanggal 12 April 1937. Pada uji coba pertama itu pesawat yang dipasangi
mesin turbo jet tidak dapat dikendalikan sebab kecepatan putar mesin
yang terlalu tinggi. Sejumlah perbaikan kemudian dilakukan dan mulai
tampak sedikit kemajuan. Mesin ini pun mulai dilirik oleh perusahaan
pesawat kerajaan. Sir Stanford Cripps, menteri sumber daya kala itu
selanjutnya menasionalisasi Power Jet dengan membayar sejumlah 135.563
pound. Sedangkan pesawat Gloster-Whittle E. 28/39 yang berhasil dalam
uji coba mesin turbo jet Whittle dinyatakan sebagai pesawat pertama
Inggris yang berhasil terbang dengan mesin jet.
Atas jasa-jasanya, Frank Whittle mendapat kehormatan kesatria Order
Of British Empire, Companion Of The Order Of Batsh dan diberi 100.000
pound serta diangkat sebagai anggota keluarga kerajaan dengan gelar
kehormatan “Sir” seperti halnya tokoh berprestasi lain di negeri
Elisabeth ini. Sir Frank Whittle meninggal 9 Agustus 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar